Kamis, 25 Februari 2010
Muslimah-Muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini?
Di masa Rasulullah Saw, sosok-sosok wanita muslimah yang berjuang gigih mendakwahkan agama Allah banyak dijumpai. Bahkan, sejarah Islam mencatat bahwa sosok yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Selain Khadijah Ra masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi. Di antara mereka ada Aisyah Ra, Ummu Sulaim, Nusaibah, Sumayyah, Asma binti Abu Bakar, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Fathimah binti Khatab dan masih banyak wanita lain yang memegang peranan penting dalam perintisan dakwah Rasulullah Saw.
Di masa itu, peran wanita muslimah dalam jihad Rasulullah Saw amat signifikan. Meski peran mereka hanya di belakang layar, namun perjuangan mereka sangat menentukan dalam syiar Islam. Banyak tokoh-tokoh menjadi penting dan terkenal lantaran ditopang oleh peran wanita.
Lalu, jika konteksnya dialihkan ke masa sekarang, adakah sosok-sosok seperti itu kini? Yang jelas, wanita-wanita yang memegang teguh agamanya serta gigih memperjuangkan dakwah amat sangat jarang didapati di masa sekarang ini. Kenyataan justru berkata lain. Banyak dari wanita yang sebetulnya mengimani Islam, namun justru sikap dan tingkah lakunya tidak menunjukkan bahwa ia adalah seorang muslimah. Bahkan, sangat mirip dengan mereka, para wanita jahil.
Banyak juga dari wanita yang mengaku beragama Islam, namun justru enggan mengenakan busana yang mencitrakan ia sebagai seorang muslimah. Sebaliknya, mereka malah mengenakan busana yang mempertontonkan auratnya. Ironisnya, itu sudah menjadi kebanggaan bagi mereka, seolah dengan busana yang serba minim itu akan meningkatkan pamornya di mata kaum Adam.
Atau, banyak pula para muslimah yang sudah terbuka hati menutup auratnya, namun masih perhitungan dalam hal ukuran, sehingga masih memperlihatkan bentuk lekuk tubuhnya. Yang lebih memprihatinkan adalah ketika banyak dari para muslimah yang tidak bisa menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, seperti halnya busana muslimah yang telah dikenakannya. Bahkan, citra muslimah justru terlunturkan oleh akhlaqnya yang bertentangan dengan Islam.
Ini baru dilihat dari pribadi para muslimah sendiri, belum dalam hal perjuangannya menyuarakan agama Allah. Yang menjadi pertanyaan, mendakwahi dirinya sendiri saja belum sepenuhnya dijalankan, bagaimana bisa mendakwahi orang lain? Jelas, potret para wanita muslimah sekarang ini tak bisa disamakan dengan para wanita muslimah di jaman Rasulullah Saw dulu. Mereka dengan gigih dan berani menyuarakan Islam. Mendukung perjuangan suaminya dalam menegakkan syariat Islam. Seperti halnya semangat juang para suaminya, mereka juga tak takut akan hantaman apapun, meski nyawa taruhannya.
Bagaimana dengan sekarang? Jangankan berani mempertaruhkan nyawa, hanya mendapat cercaan yang tidak mengenakan saja sudah langsung patah arang. Apalagi bila harus dikucilkan, bisa-bisa ia malah berbalik arah dari jalan yang dirahmati Allah.
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl 125)
Kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah adalah mendakwahkan agama Allah, menyeru manusia kepada jalan yang diridhai Allah, menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mengerjakan yang mungkar. Dalam berdakwah, kita dituntunkan untuk menggunakan cara yang baik, tidak dengan cara kekerasan. Menyeru dengan cara yang hikmah, dimana hikmah disini diartikan sebagai perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Biarpun dalam kenyataannya orang yang kita dakwahi masih tetap dalam kesesatan, maka tidak ada tanggung jawab bagi kita untuk memikul dosa mereka, karena kewajiban kita hanyalah berdakwah (lihat QS Al-An’am 69). Sayangnya, bagi kebanyakan orang, khususnya para muslimah sendiri, akan menjadi gengsi ketika ia harus menegakkan syariat Islam. Apalagi ketika ia dianggap asing di lingkungannya. Bagi muslimah yang usianya relatif muda, tentu menjadi taruhan besar ketika ia harus dijauhi oleh teman-temannya, karena ketidakbiasaannya mempertahankan prinsip agama.
Pendukung yang Menentukan
Peran wanita dalam berdakwah, tentu tak sepenuhnya sama dengan laki-laki. Bagaimanapun, laki-laki diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi wanita sebagaimana Allah jelaskan itu dalam QS An-Nisaa’ 34, ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)...”
Pun demikian, para wanita muslimah tetap berperan penting dalam menyuarakan agama Allah, karena kewajiban berdakwah tak hanya dibebankan kepada kaum laki-laki muslim saja. Hanya saja, peran para wanita muslimah ini adalah sebagai pendukung di belakang layar, namun menentukan dalam perjuangan dakwah.
Jika di jaman Rasulullah Saw, ketika para suami berjihad di medan perang, maka peran istri adalah mendukung sepenuhnya suami mereka dalam menegakkan syariat Islam. Menjadi kebahagian yang tiada tara ketika mendapati suami mereka mati dalam keadaan syahid.
Demikian halnya dengan masa sekarang, seorang istri yang shalihah akan sepenuhnya mendukung suaminya dalam menyuarakan agama Allah. Tidak ada rasa berat di hati ketika waktu untuk keluarganya menjadi terkurangi lantaran suaminya sibuk berdakwah atau sibuk dalam aktifitas lain yang ditunaikan lantaran mengharap keridhaan dari Allah. Sebagai istri, ia harus serta merta menjaga diri ketika suaminya tidak ada di rumah. Ia juga harus berperan penting dalam mendidik putra-putrinya agar kelak menjadi anak yang shalih dan shalihah. Jika diijinkan oleh suami, istri juga bisa berdakwah kepada para wanita muslimah lain, melalui kajian khusus muslimah ataupun dalam forum lainnya.
Ini jika konteksnya sudah berkeluarga, bagi yang belum berkeluarga, para wanita muslimah tetap bisa ambil peran dalam mendukung perjuangan dakwah Islam. Misalnya berdakwah di lingkungan sekitar seperti di sekolah, kampus, tempat kerja atau lingkungan sekitar lainnya. Tak hanya itu, para wanita muslimah juga bisa berdakwah dengan memanfaatkan bidang-bidang yang dikuasainya.
Kehadiran internet juga bisa dimanfaatkan untuk berdakwah. Situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter yang banyak dicari lantaran minim karakter bisa disulap dengan kutipan-kutipan ayat-ayat Al-Qur’an, hadits Rasulullah ataupun untaian kata yang sarat akan hikmah. Yang jelas, ada banyak cara untuk menyuarakan agama Allah.
Pun begitu, mendakwahi pada pribadi sendiri adalah hal yang paling utama dilakukan. Seorang wanita muslimah haruslah mencitrakan dirinya sebagai hamba-Nya yang tetap berpegang teguh pada agama Allah.
Citrakan itu lewat busana muslimah yang dikenakan sesuai tuntunan dan sekaligus ditunjang pula dengan akhlaqul karimah. Jangan sampai citra sebagai seorang wanita muslimah ini justru menjadikan fitnah lantaran sikap dan tingkah lakunya yang menyimpang dari ajaran-Nya. Ini dilakukan semata-mata dalam rangka memperjuangkan agama Allah.
Tak perlu takut jika harus mendapat cercaan dari orang, atau bila harus dijauhi oleh khalayak orang, karena Allah selalu membersamai dalam tiap langkah hamba-Nya.
”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad 7)
Allah tidak mungkin memungkiri janji-Nya. Allah tidak akan membiarkan para hamba-Nya terlunta karena dikucilkan atau bahkan diusir sekalipun. Jika harus dikucilkan atau diusir, Allah pasti akan mempertemukannya dengan saudara-saudara semuslim yang mempunyai tekad yang sama, hidup bersama dalam jamaah. Semangat berjuang, wahai para wanita muslimah, dan jadilah seorang pendukung dakwah di belakang layar yang menentukan! (ntz)
suatu waktu yg akan terjadi: laki2 harus menerima kenyataan, bahwa hanya sedikit hal yg bisa mereka lakukan dan justru bisa dilakukan perempuan kalau diberi kesempatan...
BalasHapuskok harus menerima kenyataan???? sbtlnya laki2 atao perempuan itu sama sja, spjg dia mmg punya tekad yg besar utk berjuang. Jgn nunggu datagnya kesempatan, krn kesempatan blm tentu dtg.
BalasHapusTp, lakukan itu, semua yg kita bisa, kita mampu semata2 krn mengharap ridha-Nya. Ini bkn krn 'ngoyo' tll serakah ato apa... krn kita melakukan ini hanya krn Allah.
maksud sy suatu saat perempuan jg tidak akn slalu diblakang layar. bisa tampiljga.sbgaimana laki2. dan saat itu2 laki2 hrus bisa mnerima knyataan bahwa prempuan bisa melakukan sesuatu yg lebih dri laki2.(rodo gender sitek)..hehe.& ksempatn yg dmaksud adl sprti typingmu "laki2 prempuan sama saja".
BalasHapushehehe... tapi aku membuat kalimat "pendukung di belakang layar" itu ada maksudnya lagi. Ini kalimat yg masih diberi tanda kutip, krn berarti meluas. Blkg layar di sini bkn dlm artian di blkg layar yg bener2 blkg layar lohh.
BalasHapusGmnpun, bg sy pribadi, sy lbh stuju jk wanita brada di blkng kaum adam, bkn brada di dpnnya. Ini atas dasar alasan dr banyak kasus yg tak sngaja kutemui dan kupelajari. :D
bisa dimarahi orang femisme modern lho..mrka mengatakan "disamping" tidak "dibelakang"
BalasHapusOhh.. kl mrk berani bersuara, sy pun hrs berani bersuara. :D
BalasHapusMrk itu berotak luas tapi berhati sempit, makanya bpkr ky gt. Dibelakang bkn brarti terbelakang. Justru posisi di belakang dalam tanda kutip inilah yang justru posisi kaum hawa dihormati.
Sekali lagi, jangan berpikir bahwa buat dihormati harus duduk di posisi terdepan. NOOOOOOO!!!! Dalam shaf sholat saja, kaum hawa di belakang kaum adam, bkn di samping. ^______________^
nyerah aku
BalasHapus