Sebut saja Kholila, si gadis kecil berusia 4 tahun sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia. Hal mengejutkan terjadi ketika seseorang mencoba mengajaknya berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, si gadis kecil mendadak terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ketidakpahamannya mengenai bahasa Jawa memang berdasar, selama ini kedua orang tuanya hanya mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Padahal Kholila hanyalah seorang gadis kecil yang tinggal di daerah Solo dan kedua orang tuanya pun juga berasal dari daerah yang sama.
Kasus Kholila hanyalah mewakili dari banyaknya orang tua, khususnya orang tua muda, yang lebih memilih untuk mengajarkan bahasa Indonesia ketimbang harus menggunakan bahasa Jawa yang halus (Krama Inggil). Sungguh sangat disayangkan bila ini terjadi. Penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil yang dinilai rumit, membuat para orang tua lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia. Mereka berpikir, bahasa Indonesia lebih terdengar sopan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa Ngoko.
Tindakan yang dipilih oleh para orang tua ini memang beralasan. Pemahaman mengenai pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar sangatlah kurang. Seringnya berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia ketika duduk di bangku sekolah, kuliah ataupun tempat kerja memungkinkan orang akhirnya malah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, penggunaan bahasa Jawa malah semakin tersingkirkan.
Bagi sebagian besar masyarakat Jawa sekarang ini, penggunaan bahasa Jawa memang dinilai sulit. Bahkan katanya, belajar bahasa Jawa lebih susah bila dibandingkan dengan belajar bahasa Inggris. Terlebih bahasa Jawa terdiri dari beberapa tingkatan dialek, yakni Ngoko, Ngoko andhap, Madhya, Madhyantara, Kromo, Kromo Inggil. Bila tidak jeli, tingkatan dialek ini memang tidak berbeda jauh, kecuali Ngoko dengan Krama Inggil yang sangat jelas sekali perbedaannya. Beberapa tingkatan dialek inilah yang membuat sebagian besar masyarakat Jawa kurang begitu memahami penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar. Tidak heran jika seringkali orang terbolak-balik ketika harus menggunakan bahasa Jawa yang ditujukan kepada orang yang lebih tua atau muda.
Kurangnya Perhatian dari Berbagai Pihak
Minimnya pengetahuan bahasa Jawa, bukan karena pengaruh didikan orang tua saja, melainkan berbagai pihak pun juga ikut bertanggung jawab atas hal ini. Tengok saja dari kurikulum bahasa Jawa yang semakin tidak jelas arahnya. Bahkan kerumitan makin diperparah dengan kurikulum antarjenjang pendidikan yang tidak sinergis dan tumpang tindih antara TK, SD, SMP dan SMA. Tidak heran jika para siswa justru semakin kebingungan ketika mempelajari bahasa Jawa.
Tidak seperti mata pelajaran lainnya, jam pelajaran Bahasa Jawa terbilang singkat. Karena merupakan bahasa daerah yang biasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari, mata pelajaran Bahasa Jawa seolah menjadi tidak terlalu penting untuk dipelajari. Padahal belum tentu juga masyarakat Jawa akan memahami betul pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar, meskipun merupakan bahasa daerahnya sendiri.
Sebagai contoh ketika orang sedang menonton berita di Televisi. Kini, masyarakat Jawa cenderung lebih memilih menonton siaran berita dalam bahasa Indonesia ketimbang harus menonton siaran berita lokal yang notabene menggunakan bahasa Jawa. Penyampaian berita yang menggunakan dialek Krama Inggil, semakin menyulitkan pemahaman para penonton, dalam hal ini adalah masyarakat Jawa.
Hal yang sama juga terjadi pada media lain seperti surat kabar atau majalah. Minimnya minat masyarakat Jawa untuk mengakses berita yang menggunakan bahasa Jawa, membuat surat kabar atau majalah dalam bahasa Jawa menjadi tenggelam dan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
Yang sangat mengkhawatirkan adalah pada generasi muda sekarang ini. Sangat jarang didapati satu dari banyak generasi mereka, fasih menggunakan bahasa Jawa yang halus. Karena kurangnya pengetahuan tentang bahasa Jawa, biasanya mereka mengambil jalan aman yakni menggunakan bahasa Jawa dengan dialek campuran antara Ngoko dengan Krama Inggil, atau justru malah menggunakan bahasa Indonesia saja.
Bagaimanapun penggunaan bahasa Jawa (Krama Inggil) merupakan tata krama untuk menghormati orang yang lebih tua. Penggunaan dialek Krama Inggil juga dinilai sopan dan sesuai dengan unggah ungguh masyarakat Jawa. Jika nantinya bahasa Jawa sebagai bahasa daerah justru tergeser oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bukankah ini justru menjadi dilema? (ISN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar