Kamis, 07 Januari 2010

Ketika Jilbab hanya Sebagai Asesoris


Seorang perempuan muda berjilbab mini tengah mengambil bolpoin yang jatuh di lantai. Secara mengejutkan, pakaian yang tak kalah mini dengan jilbabnya, terangkat ke atas hingga memperlihatkan bagian tubuhnya.


Na’udzubillahi min dzalik, jika contoh yang dilukiskan itu sudah menjadi gambaran dari muslimah-muslimah sekarang ini. Niatnya memang baik, menutup aurat yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslimah. Hanya saja, seringkali aurat yang ditutup tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dituntunkan oleh Islam.

Lihatlah, betapa banyak perempuan-perempuan yang mengaku beragama Islam, mengenakan jilbab, tetapi masih mempertontonkan bentuk lekuk tubuhnya. Salah bergerak sedikit, bagian tubuhnya bisa kelihatan. Mininya jilbab yang dikenakan seringkali malah membuat rambutnya yang panjang menjuntai keluar.

Kasus lain, ketika para ibu yang menghadiri walimahan mengenakan jilbab, namun lengan kebayanya masih transparan. Usai walimahan, biasanya mereka menanggalkan jilbab seolah-olah jilbab hanyalah sebagai asesoris untuk walimahan saja.

Sama halnya dengan para siswi atau mahasiswi yang sekolah atau kuliah di sekolah atau universitas Islam yang mewajibkan untuk mengenakan jilbab, mau tidak mau mereka harus mengenakan jilbab ketika berada di lingkungan sekolah atau kampus. Di luar itu, mereka dengan mudahnya tanpa beban membiarkan rambutnya tidak tertutup oleh jilbab.

Bahkan, ada juga sebagian mengenakan jilbab hanya karena merasa lebih cantik jika berjilbab. Rambutnya yang kurang bagus untuk diperlihatkan, terpaksa harus ditutupi. Jilbab modis yang dikenakan bisa mengalihkan penampilannya, hingga ia terlihat lebih mempesona dengan berjilbab.

Sesempit inikah makna jilbab bagi para wanita muslimah? Amat sangat disayangkan jika jilbab hanya diartikan sebagai asesoris semata.

Kewajiban Berjilbab


Perintah berjilbab terdapat dalam QS An Nuur 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”

Dari ayat tersebut nampak jelas, bahwa setiap wanita muslimah, dalam hal ini adalah semua wanita yang mengimani agama Islam, diwajibkan mengenakan jilbab. Konteks jilbab disini tidak hanya menutup rambutnya saja, melainkan menjulurkan jilbab hingga ke bagian dadanya. Sudah pasti, jilbab yang dikenakan haruslah lebar, tidak mini dan bisa menutupi bagian-bagian tubuh yang harus dijaga.

Pakaian yang dikenakan pun harus lapang, tidak menonjolkan bagian tubuhnya. Sebagaimana halnya firman Allah dalam QS Al Ahzab 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Arti ‘jilbab’ dalam ayat tersebut ialah jilbab yang sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala hingga dada. Ayat tersebut juga semakin memperjelas bahwa jilbab tak hanya digunakan untuk menutupi kepala saja (dalam artian rambut) namun juga digunakan untuk menutupi bagian tubuhnya, termasuk dada. Jika mengenakan jilbab yang mini dimana umumnya jilbab diikatkan ke leher, ini berarti tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam ayat ini.

Lalu bagaimana dengan jilbab modis? Umumnya, jilbab modis kebanyakan tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan dalam Al-Qur’an. Seringkali karena alasan modis, jilbab yang dikenakan justru meninggalkan unsur syar’i-nya. Jilbab dibuat sedemikian rupa sehingga bagian dada yang seharusnya tertutupi, justru malah kelihatan.

Bukan berarti Islam melarang para wanita muslimah untuk tampil modis. Tak ada salahnya modis, asalkan jilbab atau pakaian yang dikenakan sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Allah dalam QS An Nuur 31 dan QS Al Ahzab 59.

Batasan-batasan


Berjilbab tak hanya dilakukan ketika kita berada di luar rumah saja. Meskipun di dalam rumah, jika disana terdapat orang-orang yang bukan mahrom kita, maka wanita muslimah harus tetap mengenakan jilbabnya.

Soal batasan-batasan siapa saja yang memperbolehkan wanita muslimah membuka jilbabnya dijelaskan oleh Allah dalam QS An Nuur 31, “…Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Sebagai Cermin Menjaga Hati

Terkadang orang berseloroh, “Berjilbab, kok gitu sih?” Kebanyakan masyarakat awam selalu berpikir bahwa wanita yang mengenakan jilbab diartikan sebagai orang yang kadar imannya kuat. Tidak heran jika dalam kenyataannya masih banyak didapati wanita-wanita berjilbab yang masih melakukan hal-hal yang melanggar agama, termasuk berzina (nau’dzubillah).

Fakta yang banyak terjadi di masa sekarang ini, banyak wanita yang sudah mengenakan jilbab, namun akhlaqnya tak berbeda jauh dengan mereka yang belum mengenakan jilbab, bahkan lebih parah dari mereka. Berjilbab, tapi masih hobi pacaran, berdua-duaan dengan sang kekasih entah di tempat yang sepi atau ramai. Bahkan, sudah bukan hal yang tabu lagi jika mereka saling berciuman di tempat umum. Astaghfirullah.

Pemandangan yang membuat kita tersayat ketika kita mendapati wanita-wanita berjilbab, dengan tanpa bebannya membonceng di atas sepeda motor yang ditunggangi oleh laki-laki yang bukan mahromnya. Jarak mereka begitu dekat, bahkan terlalu mepet dengan tubuh laki-laki itu. Padahal, ia sudah mengenakan jilbab.

Inilah yang membuat sebagian besar wanita-wanita yang beragama Islam enggan mengenakan jilbab. Mereka merasa belum pantas untuk menjilbabi hatinya. Mereka takut, jika mereka berjilbab nanti, mereka tidak bisa menjaga jilbabnya. Mereka lebih berpikir untuk tidak mengenakan jilbab karena takut tidak bisa menjaga akhlaqnya.

Padahal menutup aurat itu hukumnya adalah wajib bagi setiap wanita yang beriman. Siap atau tidak siap, setiap wanita muslimah diharuskan menutup auratnya. Jika merasa belum pantas menjilbabi hati, justru dengan jilbablah, kita bisa menjadikannya sebagai cermin untuk menata diri.

Karena jilbab merupakan identitas kita sebagai seorang muslimah, sebagai hamba-Nya yang taat, tentu kita akan selalu menjaga jilbab, jangan sampai jilbab yang kita kenakan justru malah menimbulkan fitnah. Nantinya, jilbab ini akan membawa kita pada perubahan sikap, tingkah laku serta perbuatan kita sehari-hari ke jalan yang diridloi-Nya.

Yah, jilbab sebagai alat untuk menjaga hati, bukan menjaga hati terlebih dulu, kemudian baru mengenakan jilbab. Karena menutup aurat hukumnya adalah wajib, maka dengan mengenakan jilbab sekaligus menjilbabi hati adalah hal yang harus kita lakukan sebagai seorang muslimah.

Tunggu apa lagi? Jangan ragu-ragu untuk mengenakan jilbab. Jadikan jilbab sebagai cermin menjaga hati dan tidak menjadikannya sebagai asesoris belaka. Keep istiqomah!!! (ntz)

4 komentar:

  1. tundukan pandangan ach..apik e..:)

    BalasHapus
  2. hehehehe... jujur, sbg wanita, ak merasa risih. sekaligus MALU!!! :)

    BalasHapus
  3. Kalo andai ada yang bilang .."sudahlah! mending nggak usah pake...sama aja kog"..saya akan kurang se7..positip thinking saya mengatakan mereka sudah 1 langkah lebih maju dari CT Nurhlz sekalipun..he3

    Jadi rangkullah mereka agar menjadi lebih baik :) jangan dijauhi dan disingkirkan..menjadi seolah bukan merupakan bagian dari kita...

    peace :D

    BalasHapus
  4. Tidak ada kata mending dalam soal agama. Karena Allah hanya menginginkan orang yang bertakwa secara kaffah, bukan setengah2.

    Coba kita pikirkan, Allah saja tidak pernah perhitungan untuk memberi nikmat-nikmat serta rezeki kepada kita. Knp kita harus perhitungan dalam soal takwa?

    Pun begitu, kita juga tidak berhak menilai mereka (katakanlah yang pake jilbab mini, cuman asessoris dsb) lebih buruk ketimbang kita.

    Klau kita berpikir, kita lebih baik, dan menganggap jelek mereka hingga kita menyingkirkan mereka, maka justru pemikiran ini akan menyeret kita ke jurang neraka. Sikap inilah yang akan mengantarkan kita pd kesombongan.

    Bagmanapun, Allah lah yang berhak menilai segala sesuatunya, karena Dia Maha Tahu. Tp, bkn berarti kita lantas bergumul dalam pemikiran spt ini, "Menganggap baik perbuatan yang buruk."

    Selalulah kita berbenah diri. Rajin menuntut ilmu dien. Diamalkan. Dan... suarakan apa yang kita dapat dari hasil mengkaji agama Allah ini kepada orang lain.

    Kl kita menjauhi kelompok2 org yang kita persepsikan jelek, bagaimana mrk bisa tahu tuntunan Islam yang sebenarnya? Jadi... kita harus berteman dengan siapa saja, tanpa memandang siapa dia, meski harus ada batasannya. Semua atas dasar lillahi ta'ala.

    Dengan tujuan karena-Nya, Insya Allah, Allah akan memudahkan jalan kita. :)

    BalasHapus