Bila beberapa waktu yang lalu, Facebook dianggap sebagai situs pertemanan khusus orang dewasa, agaknya anggapan ini tidak berlaku untuk sekarang ini. Facebook kini telah menghipnotis semua kalangan baik anak sekolah, mahasiswa maupun para pekerja. Banyaknya fitur yang ditawarkan, menjadikan Facebook sebagai magnet untuk menarik para pencinta dunia maya dalam menjaring pertemanan lewat teknologi internet.
Para remaja yang sebelumnya menggandrungi situs pertemanan seperti Friendster, sekarang minatnya telah beralih pada situs pertemanan lain, yakni Facebook.
Merebaknya demam Facebook di Indonesia, menjadikan peringkat Facebook melejit ke posisi teratas mengalahkan mesin pencari google dalam bahasa Indonesia. Bahkan alexa.com mencatat situs Yahoo, Google, Blogger dan Friendster yang pada awal tahun lalu berada di peringkat 5 besar, kini posisinya harus tergeser oleh Facebook, dimana pada waktu itu hanya berada di peringkat 6. Sungguh pencapaian yang luar biasa. Hanya dalam waktu yang terbilang singkat, Facebook mampu menggeser situs-situs besar lainnya.
Apa Yang Menjadikan Facebook Berbeda ?
Dinamika masyarakat yang berubah menjadikan situs Facebook dinilai sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Praktis, simple dan semua ada dalam Facebook. Praktis, karena Facebook merupakan mobile access yang bisa dengan mudah diakses lewat Ponsel. Simple, karena Facebook terdiri dari fitur-fitur yang sangat simple terutama pada fitur ‘perbarui status’ yang memungkinkan bagi pengguna Facebook menulis sesuatu dengan bahasa yang singkat tanpa harus membutuhkan waktu lama untuk memikirkan apa yang hendak ditulis. Dan semua ada dalam Facebook, chatting, blogging, posting foto hingga mengakses situs lain lewat Facebook pun bisa dengan mudah dilakukan.
Inilah yang membuat Facebook berbeda dengan situs-situs lain. Hanya saja meskipun banyak keunggulannya, Facebook juga tak luput dari kekurangan dalam fitur-fitur yang ada. Pada saat sign up misalnya, terkadang membingungkan para pengguna yang masih awam karena harus melewati beberapa langkah untuk mempunyai akun sebuah Facebook.
Tidak hanya itu, banyaknya fitur yang tersedia justru malah membuat bingung dan terkadang jengkel ketika pengguna tidak tahu harus bagaimana mengaplikasikannya.
Facebook juga dinilai tidak rapi. Pasalnya semua yang diterbitkan dan laporan aktivitas terbaru berada dalam satu tempat yang sama, sehingga kesannya campur aduk antara foto, catatan, status terbaru, buku tamu dan terbitan lain harus berjajar dalam dinding yang sama. Hanya saja jika berasal dari kiriman pengguna Facebook lain, dinding bisa berada di dalam tempat yang berbeda. Pun demikian, ini tetap tidak memperlihatkan Facebook tertata rapi sebagaimana halnya dengan Friendster maupun Blog. Di samping itu tampilan Facebook dinilai monoton, tak seperti halnya Friendster ataupun Blog khusunya Multiply yang memudahkan para pengguna untuk mengubah background sesuai selera.
What’s On Your Mind?
Apakah yang anda pikirkan? Pertanyaan ini tentu sangatlah tidak asing bagi para pengguna Facebook. Pertanyaan ini juga mampu menarik jutaan pengguna Facebook untuk mengeksplorasi apa yang telah dipikirkan. Entah sekedar curahan hati, melaporkan kegiatan terkini, berdiskusi soal isu teraktual, agenda yang akan didatangi atau bahkan hanya sebuah tulisan iseng tanpa makna.
Tengok saja dari status yang diperbarui oleh salah satu pengguna Facebook berinsial HW. Ia hanya menulis status bahwa ia akan pulang lalu beristirahat. Beberapa menit kemudian komentar sudah mulai berdatangan dari teman-teman sesama pengguna Facebook. Komentar yang diberikan pun cenderung beragam, entah sekedar memberi saran untuk segera tidur atau hanya meniru dari status yang telah diterbitkan.
Pengguna Facebook lain berinisial MH, juga nampaknya tengah dirundung kebuntuan ketika ia harus menjawab pertanyaan yang ada dalam Facebook. Saking buntunya, ia hanya menulis pertanyaan yang sama sebagaimana halnya pertanyaan yang tertera dalam Facebook. Meski hanya meniru, komentar-komentar mulai berdatangan, dari sekedar memikirkan untuk segera makan, tidur atau bahkan sampai isu politik diungkapkan.
Bila menilik dari dua status yang telah diterbitkan oleh salah satu pengguna Facebook itu, memang terkesan tidak terlalu penting untuk diterbitkan. Namun inilah fakta dari penggunaan Facebook. Pun begitu, ini juga tidak terbilang sesuatu yang salah jika harus menulis sesuatu yang telah dipikirkannya atau bahkan sampai harus memberikan komentar. Sepanjang kalimat yang tertuang tidak memberikan mudhorot ke depannya, tentu kalimat yang keluar tidak menjadi sesuatu hal yang sia-sia adanya.
Itu hanya sebagian contoh dari status para pengguna Facebook. Terlepas dari itu, media Facebook juga sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai media dakwah. Radio MTA FM misalnya, menjaring group dalam sebuah Facebook sangat bermanfaat untuk menyebarkan dakwah terutama dalam mempromosikan adanya pengajian Ahad Pagi yang merupakan ikon dari radio tersebut. Di samping itu, pihak pengelola IT Radio MTA FM juga berusaha menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada para penggemarnya.
Dari pihak pengguna Facebook individu juga dapat dilihat dari kegigihan ibu muda berinisial NK, yang selalu menyampaikan ayat-ayat suci Al-Qur’an maupun hadits-hadits untuk dikirimkan kepada pengguna Facebook lain. Perempuan muda berinisial NL juga tak kalah gigihnya untuk berdakwah lewat Facebook. Seolah tak ingin terlewatkan, dua laki-laki muda berinisial AH dan AA juga nampaknya ingin menyebarkan dakwah melalui jaringan pertemanan Facebook.
Dari uraian diatas nampak jelas, sejauh mana dan untuk apa Facebook digunakan, sangat tergantung dari pribadi masing-masing. Penggunaan Facebook sebagai ladang untuk berbuat kebaikan, merupakan solusi yang tepat mengingat banyaknya mudhorot dari penggunaan Facebook. Lalu sudahkah para pengguna Facebook memanfaatkan Facebook dengan sebaik-baiknya? (isn)
Kamis, 16 Juli 2009
Berawal Dari Banyak Ujian, Hidayah Itu Datang
Lihatlah sosoknya kini. Wajahnya begitu segar, terlihat. Tubuhnya begitu bugar, berdiri tegap menatap ke depan, arah lensa kamera. Peresmian MTA di Pekanbaru (8/4) menjadi saksi bisu dalam foto itu. Nyaris orang tak kan tahu, ia pernah menderita penyakit yang hampir merenggut nyawanya.
Hampir lima tahun lamanya ia berjuang dalam kondisi yang memprihatinkan. Berat tubuhnya turun drastis ketika penyakit itu tengah menggerogoti raganya. Keluar masuk rumah sakit, pernah menjadi rutinitas kesehariannya kala itu. Bahkan hampir semua rumah sakit di Solo, pernah disinggahi oleh bapak berputra satu ini. Ia pun pasrah akan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk ketika Allah harus mengambil nyawanya.
Akhir tahun 1991, adalah Rudi Herfianto, divonis oleh dokter mengidap penyakit Hydro Pnemo Thorax atau yang biasa dikenal dengan paru-paru basah. Awalnya dokter salah mendeteksi penyakitnya. Beberapa hari dirawat di rumah sakit, dokter menyatakan bahwa ia hanya menderita penyakit Typhus.“Waktu itu habis KKN (Kuliah Kerja Nyata-red), saya sakit dan langsung dirawat di rumah sakit. Kata dokter, hanya tifus. Setelah 10 hari dirawat, penyakit saya tidak kunjung sembuh. Akhirnya saya terpaksa pulang ke rumah, karena ibu saya berpikir kondisi saya tetap sama.” ujarnya.
Beberapa bulan kemudian, kondisi kesehatannya tetap tidak menunjukkan peningkatan. Bahkan malah lebih parah, sampai ia tidak bisa berjalan kemana-mana. Oleh sang ibu, akhirnya dibawalah ia ke balai paru-paru untuk diperiksa. Dokter spesialis paru-paru akhirnya menemukan penyakit apa yang sebetulnya telah diderita oleh pria kelahiran 8 Juni 1967ini.
Setelah dipastikan menderita penyakit paru-paru basah, ia pun harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama 3 bulan. Alhamdulillah meskipun harus berobat jalan, ia akhirnya diperbolehkan pulang kembali ke rumah.“Saya sebetulnya waktu itu sudah sehat, tapi karena saya mengabaikan untuk menjaga kesehatan saya, akhirnya penyakit saya kambuh lagi. Lagi-lagi saya harus masuk rumah sakit. Begitu juga seterusnya, saya harus keluar masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan.” ungkapnya.
Minimnya Ekonomi Keluarga
Tidak dapat dipungkiri, berkali-kali harus dirawat di rumah sakit, membuat kondisi ekonomi keluarga menurun. Sampai akhirnya, keluarganya tidak mampu lagi untuk membayar biaya selama perawatan di rumah sakit. Beruntung sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial bersedia menanggung semua biaya pengobatannya.“Yayasan itu mau membiayai seratus persen gratis. Hanya saja harus ada syaratnya. Keluarga saya harus mencari surat keterangan tidak mampu.” Jelas pria yang saat ini menjadi programmer radio MTA FM ini.
Ia akhirnya ditangani khusus oleh tim dokter spesialis paru-paru nasional. Salah satu dokter bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Ia bersyukur mendapat penanganan khusus, di samping ada 7 pasien penyakit paru-paru lainnya yang memerlukan penanganan khusus seperti halnya dirinya. Sampai suatu ketika, tim dokter merundingkan siapa saja yang harus menjalani operasi. Setelah diputuskan, 2 orang dari 8 pasien itu tidak lolos untuk dilakukan operasi.“Salah satunya adalah saya. Kalau saya dioperasi, justru malah membahayakan nyawa saya, karena kondisi saya waktu itu drop sekali.” lanjutnya mengisahkan.
Hati Tergerak Untuk Sholat
Meski terlahir dari keluarga islam, rupanya tak sepenuhnya kewajiban untuk menunaikan sholat lima waktu dilaksanakan oleh sosok yang terjun di dunia broadcasting sejak tahun 2001 ini. Bisa dikatakan islam yang dianut dulunya hanyalah sebatas pada status di KTP saja, demikian halnya dengan keluarganya. Sholat hanya ditunaikan pada waktu tertentu, semisal menunaikan sholat di hari raya islam.“Kalau tidak, paling hanya ikut sholat jum’at saja.” katanya menambahkan.
Entah karena apa, tiba-tiba hatinya tergerak untuk belajar lebih dalam lagi tentang sholat.“Saat itu ada banyak pedagang buku-buku agama yang jualan di rumah sakit. Saya tiba-tiba saja ingin beli buku yang memuat hadits-hadits tentang tuntunan sholat. Dari situlah, akhirnya hati saya terbuka untuk istiqomah menunaikan sholat lima waktu.” tukasnya.
Di tengah hantaman cobaan itu, ia mencoba untuk tetap bertahan sembari menata diri untuk berbuat lebih baik lagi. Sejak saat itu, ia selalu rutin menunaikan sholat lima waktu yang sebelumnya amat jarang ia kerjakan. Ia pun berusaha mempelajari islam lebih dalam lagi.
Allah Mengijinkannya Sembuh
Setelah menjalani perawatan intensif selama tiga tahun, alhamdulillah pada tahun 1996 ia bisa sembuh dari penyakit paru-paru basah yang dideritanya. Dokter yang menanganinya menyatakan bahwa ia sudah kembali sehat. Ia pun kembali pada rutinitas seperti biasa, mencoba kembali meniti karir menjadi seorang penari yang pernah digelutinya sejak ia masih di bangku SMA dulu.
Kuliahnya di Akademi Seni Karawitan Indonesia (Sekarang : Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI)-red) yang sempat dimasuki pada tahun 1987, terpaksa tidak dilanjutkan kembali.“Sebetulnya ibu saya menyuruh saya untuk melanjutkan kuliah lagi, setelah saya sembuh. Tapi karena saya berpikir, tidak ada gunanya, akhirnya saya tidak melanjutkan lagi. Kasihan juga orang tua saya, yang sudah habis uang banyak untuk mengobati saya. Toh saya malu juga kalau seumuran saya harus ikut kuliah lagi.” ungkapnya sembari tersenyum lebar.
Meski hanya bermodal lulusan SMA, rupanya tak menyurutkan pengisi suara tokoh Janto di radio MTA FM ini untuk tetap berkarya. Di samping menjadi penari, ia juga menjadi penyiar sekaligus pernah bergabung di sebuah band.
Ujian Allah Datang Ketika Dipertemukan Dengannya
Pada tahun 1997, ia bertemu dengan seorang perempuan. Perempuan itu bernama Maria Deni Ndari Susanti. Dari namanya, nampak jelas bahwa sosok perempuan itu bukan beragama islam. Namun kala itu hatinya tetap keukeuh untuk mempertahankan agamanya meski ia menaruh hati dengannya.“Saya berprinsip, kalau dia tidak ikut agama islam, ya lebih baik tidak saja. Insya Allah iman saya sudah kuat. Tidak mungkin kalau saya menikah dengan agama yang tidak sama-sama islam.” ujarnya.
Alhamdulillah, sosok perempuan itu mengimani agama Allah. Ia diam-diam menjadi muallaf tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.“Saya senang sekali ketika saya tahu, bahwa dia itu saat pertama kali masuk islam, langsung rutin menunaikan sholat fardlu. Dan itu bukan lantaran karena saya.” Jelas pria berpostur tinggi 176 cm ini.
Sampai suatu ketika, kebiasan aneh Maria Deni setiap kali ke belakang (berwudlu-red) “dicium” juga oleh ibunya. Ada gelagat tak suka muncul di raut ibunya ketika ia mengetahui putrinya telah masuk islam. Reaksi berbeda justru diperlihatkan oleh ayahnya. Rupanya ayahnya tidak terlalu mempersoalkan perpindahan agama putrinya itu. Hingga akhirnya pada tahun 1999, mereka pun menikah.
Tak Henti Allah Memberi Ujian itu
Rupanya ujian masih saja membututinya. Empat tahun menanti si buah hati, tak jua diberi oleh-Nya. Ia pun pasrah atas segala kehendak-Nya. Alhamdulillah ujian kesabarannya dijawab oleh Allah di tahun 2004, lahirlah Billal Svaradi, putra pertamanya.
Tahun 2006, Allah memberi ujian itu lagi. Motor yang dikendarainya bertabrakan dengan sebuah mobil pick up. Beruntung tak ada luka serius yang bisa merenggut nyawanya. Hanya saja, wajahnya rusak parah. Bahkan ia harus menerima nasib ketika wajahnya tak lagi sama dengan yang dulu. Dari musibah itu, ia akhirnya memutuskan untuk tidak menjadi penari lagi.“Wajah saya kan sudah beda, tidak seperti dulu. Jadi ya saya harus keluar.” terangnya.
Kala itu terbesit di benaknya, untuk mencari channel radio dakwah yang bisa membuatnya lebih baik lagi.“Saya berpikir, kalau saya berada di radio dakwah, saya akan lebih selamat ketimbang saya berada di radio yang bukan radio dakwah.” ujarnya.
Sampai suatu ketika, ia melamar di sebuah radio islam di Solo. Namun karena umurnya tidak masuk kualifikasi, ia tidak lolos seleksi. Beruntung salah satu dari teknisi di radio islam tersebut menawarinya untuk menjadi programmer di sebuah radio dakwah milik Majlis Tafsir Al-qur’an (MTA).
Sesuatu hal yang dicari olehnya, didapatkannya kini. Sesuatu hal yang bisa memberi petunjuk menuju jalan yang diridloi Allah. Melalui kajian Majlis Tafsir Al-qur’an (MTA) yang berdasarkan Al-qur’an dan Assunnah benar-benar membuatnya bersyukur.“Intinya saya jatuh cinta ketika saya berkesempatan untuk bisa mengikuti kajian ini. Jika orang sedang jatuh cinta, maka orang akan selalu mempertahankan apa yang dicintainya itu tidak pernah pergi darinya.” Ujarnya mengakhiri obrolan itu.
Perjalanannya yang panjang, berliku-liku dan sarat akan ujian, terhadiahi sudah dengan kesempatan yang diberikan Allah untuknya. Ia kini ditempatkan di satu lingkungan yang dipenuhi saudara-saudara seiman yang insya Allah bersama-sama berjuang menegakkan agama Allah. Tentu ujian akan selalu datang bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya, namun ujian itu tidak akan menyurutkan cinta seorang hamba kepada Sang Khaliq.(isn)
Selasa, 30 Juni 2009
Di Tengah Kontroversi Fatwa Haram Facebook
Para pencinta dunia maya dibuat geger ketika 700 ulama se-Jawa Timur beberapa waktu yang lalu menfatwakan bahwa Facebook haram. Fatwa haram yang dikeluarkan ulama Jawa Timur itu kontan membuat para pengguna Facebook gerah. Mereka menolak mentah-mentah adanya fatwa haram Facebook. Suara-suara penolakan itu kian membanjiri di berbagai media. Dalam Facebook milik penulis sendiri misalnya, sudah beberapa kali teman-teman yang ada dalam Facebook milik penulis, bersuara lantang, menolak fatwa haram Facebook. Tidak hanya itu, setiap suara penolakan yang diposting menarik pengguna Facebook lain untuk memberikan komentar. Intinya tetap sama, menolak adanya fatwa haram tentang penggunaan Facebook.
Seolah menjadi isu terkini, kabar ini kian berkembang luas di masyarakat. Sayangnya kabar yang terlanjur beredar, tidak ditinjau lebih dalam lagi oleh para pengguna Facebook. Mereka berpikir bahwa penggunaan Facebook itu haram, sebagaimana halnya hukum halal haram dalam islam. Padahal sejatinya ini hanyalah sebuah fatwa, yang keberadaanya haruslah dicari tahu sebab apa yang menjadikan penggunaan Facebook menjadi haram.
Dalam forum Bahtsul Masail Putri (BMP) XI Pondok Pesantren Lirboyo Kediri menetapkan status haram kepada pengguna Facebook, namun fatwa haram ini hanya mencakup pada penggunaan Facebook saja. Jika penggunaan Facebook membuat keakraban dan kedekatan hubungan lawan jenis yang tanpa batas, sehingga memunculkan potensi syahwat atau fitnah, tentu penggunaan Facebook menjadi haram adanya. Sebaliknya jika Facebook digunakan untuk kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat, tentu penggunaan Facebook bukan menjadi sesuatu yang dilarang oleh agama.
Tidak seperti kabar yang muncul di banyak media, kabar fatwa haram Facebook agaknya hanyalah menjadi sebuah gunjingan saja. Juru bicara Bathsul Masail, Nabil Haroen dalam Tempo Interaktif menegaskan forum tersebut tidak pernah memutuskan haram pada jejaring sosial Facebook, karena bagaimanapun media tersebut hanyalah alat komunikasi yang diciptakan manusia. Kabar para ulama Jatim membahas fatwa haram Facebook, juga dibantah oleh Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH Idris Marzuki. KH Idris mengaku memang ada pertemuan ulama se-Jawa Timur, namun dalam pertemuan itu hanya membahas mengenai persoalan umat kontemporer. Bahkan Pesantren Lirboyo masih memperbolehkan santrinya menggunakan Facebook sepanjang tidak mengarah ke hal-hal yang berbau porno atau mengundang birahi. Fatwa haram Facebook oleh ulama se-Jawa Timur itu juga dimentahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. MUI menilai, tidak ada alasan mendasar untuk dikeluarkan fatwa haram jika jejaring sosial ini mengandung banyak manfaat bagi umat.
Entah kabar mengenai fatwa haram Facebook ini benar atau tidak, yang jelas pembaca Respon haruslah bijak menyikapi kabar yang beredar. Terlepas dari itu, Facebook hanya merupakan urusan duniawi. Dalam Q.S Al-Baqarah 29 yang artinya, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...”. Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa, segala apa yang mencakup urusan duniawi itu memang boleh dilakukan, sepanjang tidak ditemukan dalil larangannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Pusat Surakarta, Al-Ustadz Drs.Ahmad Sukina.“Masalah hidup itu ada dua pokok, yakni masalah ibadah dan muamalah. Dalam masalah ibadah kita harus mengikut nabi, sedangkan masalah muamalah urusan duniawi itu hukumnya mubah. Selama tidak ada larangan dari agama, jangan membuat larangan. Karena hakikatnya yang membuat halal dan haram itu hanyalah Allah. Selama tidak ada larangannya, ya jangan mengharam-haramkan, nanti malah justru menyulitkan sendiri.” Ungkapnya saat ditemui usai mengisi Pengajian Ahad Pagi di Gedung MTA Mangkunegaran, Ahad (7/6).
Lebih lanjut Al-Ustadz mengungkapkan Facebook hanyalah sebuah alat, jika alat itu digunakan untuk hal yang salah, maka yang salah adalah orangnya, sehingga yang haram disini adalah perbuatan orang itu sendiri yang telah menyalahgunakan untuk hal-hal yang dilarang Allah.“Termasuk internet itu kan, mau cari maksiat ya bisa, mau cari manfaat ya bisa. Kalau ingin menimba ilmu dari internet, berapa banyak yang didapat, sebaliknya kalau ingin menimba maksiat juga banyak. Sekarang apa intenet itu haram? Kan internet itu halal. Lha orangnya yang telah menyalahgunakan, itulah yang haram. Jadi yang haram disini adalah perbuatannya.” Ujarnya.
Pembaca Respon pastilah sudah bisa mengkontrol sendiri, sejauh mana Facebook digunakan. Jika Facebook dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, ada banyak manfaat yang bisa diambil dari penggunaan Facebook ini. Dengan Facebook, orang bisa dengan mudahnya berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, Facebook juga dinilai sebagai alat modern yang bisa digunakan untuk bersilaturrahim dengan sahabat-sahabat lama yang berada di wilayah berbeda. Facebook juga sangat bermanfaat untuk menggali ilmu, bertukar pikiran, berdakwah sampai berbisnispun juga bisa dilakukan disini.
Arena bebas yang ditawarkan Facebook, membuat situs ini riskan akan godaan syaitan. Jalinan pertemanan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim yang tidak dibatasi syariat islam, justru malah berdampak pada pergaulan bebas. Terlalu asyik online di Facebook, justru malah melupakan kegiatan lain. Belum lagi pemanfaatan Facebook yang berlebih, semakin menguras uang saku, karena harus membeli pulsa demi mengakses situs favorit itu.
Jika sudah demikian, Facebook yang awalnya hanyalah merupakan urusan duniawi dan dibolehkan, namun karena penggunaannya yang salah dan melampui batas, Facebook justru beralih pada sesuatu yang dilarang. Semua tergantung dari sejauh mana pemanfaatan Facebook dan tentunya pemanfaatan ini haruslah tidak bertentangan dengan syariat islam.(ISN)
Seolah menjadi isu terkini, kabar ini kian berkembang luas di masyarakat. Sayangnya kabar yang terlanjur beredar, tidak ditinjau lebih dalam lagi oleh para pengguna Facebook. Mereka berpikir bahwa penggunaan Facebook itu haram, sebagaimana halnya hukum halal haram dalam islam. Padahal sejatinya ini hanyalah sebuah fatwa, yang keberadaanya haruslah dicari tahu sebab apa yang menjadikan penggunaan Facebook menjadi haram.
Dalam forum Bahtsul Masail Putri (BMP) XI Pondok Pesantren Lirboyo Kediri menetapkan status haram kepada pengguna Facebook, namun fatwa haram ini hanya mencakup pada penggunaan Facebook saja. Jika penggunaan Facebook membuat keakraban dan kedekatan hubungan lawan jenis yang tanpa batas, sehingga memunculkan potensi syahwat atau fitnah, tentu penggunaan Facebook menjadi haram adanya. Sebaliknya jika Facebook digunakan untuk kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat, tentu penggunaan Facebook bukan menjadi sesuatu yang dilarang oleh agama.
Tidak seperti kabar yang muncul di banyak media, kabar fatwa haram Facebook agaknya hanyalah menjadi sebuah gunjingan saja. Juru bicara Bathsul Masail, Nabil Haroen dalam Tempo Interaktif menegaskan forum tersebut tidak pernah memutuskan haram pada jejaring sosial Facebook, karena bagaimanapun media tersebut hanyalah alat komunikasi yang diciptakan manusia. Kabar para ulama Jatim membahas fatwa haram Facebook, juga dibantah oleh Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH Idris Marzuki. KH Idris mengaku memang ada pertemuan ulama se-Jawa Timur, namun dalam pertemuan itu hanya membahas mengenai persoalan umat kontemporer. Bahkan Pesantren Lirboyo masih memperbolehkan santrinya menggunakan Facebook sepanjang tidak mengarah ke hal-hal yang berbau porno atau mengundang birahi. Fatwa haram Facebook oleh ulama se-Jawa Timur itu juga dimentahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. MUI menilai, tidak ada alasan mendasar untuk dikeluarkan fatwa haram jika jejaring sosial ini mengandung banyak manfaat bagi umat.
Entah kabar mengenai fatwa haram Facebook ini benar atau tidak, yang jelas pembaca Respon haruslah bijak menyikapi kabar yang beredar. Terlepas dari itu, Facebook hanya merupakan urusan duniawi. Dalam Q.S Al-Baqarah 29 yang artinya, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...”. Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa, segala apa yang mencakup urusan duniawi itu memang boleh dilakukan, sepanjang tidak ditemukan dalil larangannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Pusat Surakarta, Al-Ustadz Drs.Ahmad Sukina.“Masalah hidup itu ada dua pokok, yakni masalah ibadah dan muamalah. Dalam masalah ibadah kita harus mengikut nabi, sedangkan masalah muamalah urusan duniawi itu hukumnya mubah. Selama tidak ada larangan dari agama, jangan membuat larangan. Karena hakikatnya yang membuat halal dan haram itu hanyalah Allah. Selama tidak ada larangannya, ya jangan mengharam-haramkan, nanti malah justru menyulitkan sendiri.” Ungkapnya saat ditemui usai mengisi Pengajian Ahad Pagi di Gedung MTA Mangkunegaran, Ahad (7/6).
Lebih lanjut Al-Ustadz mengungkapkan Facebook hanyalah sebuah alat, jika alat itu digunakan untuk hal yang salah, maka yang salah adalah orangnya, sehingga yang haram disini adalah perbuatan orang itu sendiri yang telah menyalahgunakan untuk hal-hal yang dilarang Allah.“Termasuk internet itu kan, mau cari maksiat ya bisa, mau cari manfaat ya bisa. Kalau ingin menimba ilmu dari internet, berapa banyak yang didapat, sebaliknya kalau ingin menimba maksiat juga banyak. Sekarang apa intenet itu haram? Kan internet itu halal. Lha orangnya yang telah menyalahgunakan, itulah yang haram. Jadi yang haram disini adalah perbuatannya.” Ujarnya.
Pembaca Respon pastilah sudah bisa mengkontrol sendiri, sejauh mana Facebook digunakan. Jika Facebook dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, ada banyak manfaat yang bisa diambil dari penggunaan Facebook ini. Dengan Facebook, orang bisa dengan mudahnya berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, Facebook juga dinilai sebagai alat modern yang bisa digunakan untuk bersilaturrahim dengan sahabat-sahabat lama yang berada di wilayah berbeda. Facebook juga sangat bermanfaat untuk menggali ilmu, bertukar pikiran, berdakwah sampai berbisnispun juga bisa dilakukan disini.
Arena bebas yang ditawarkan Facebook, membuat situs ini riskan akan godaan syaitan. Jalinan pertemanan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim yang tidak dibatasi syariat islam, justru malah berdampak pada pergaulan bebas. Terlalu asyik online di Facebook, justru malah melupakan kegiatan lain. Belum lagi pemanfaatan Facebook yang berlebih, semakin menguras uang saku, karena harus membeli pulsa demi mengakses situs favorit itu.
Jika sudah demikian, Facebook yang awalnya hanyalah merupakan urusan duniawi dan dibolehkan, namun karena penggunaannya yang salah dan melampui batas, Facebook justru beralih pada sesuatu yang dilarang. Semua tergantung dari sejauh mana pemanfaatan Facebook dan tentunya pemanfaatan ini haruslah tidak bertentangan dengan syariat islam.(ISN)
Selasa, 16 Juni 2009
Melunturnya Bahasa Jawa Di Tengah Masyarakat Jawa
Sebut saja Kholila, si gadis kecil berusia 4 tahun sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia. Hal mengejutkan terjadi ketika seseorang mencoba mengajaknya berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, si gadis kecil mendadak terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ketidakpahamannya mengenai bahasa Jawa memang berdasar, selama ini kedua orang tuanya hanya mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Padahal Kholila hanyalah seorang gadis kecil yang tinggal di daerah Solo dan kedua orang tuanya pun juga berasal dari daerah yang sama.
Kasus Kholila hanyalah mewakili dari banyaknya orang tua, khususnya orang tua muda, yang lebih memilih untuk mengajarkan bahasa Indonesia ketimbang harus menggunakan bahasa Jawa yang halus (Krama Inggil). Sungguh sangat disayangkan bila ini terjadi. Penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil yang dinilai rumit, membuat para orang tua lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia. Mereka berpikir, bahasa Indonesia lebih terdengar sopan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa Ngoko.
Tindakan yang dipilih oleh para orang tua ini memang beralasan. Pemahaman mengenai pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar sangatlah kurang. Seringnya berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia ketika duduk di bangku sekolah, kuliah ataupun tempat kerja memungkinkan orang akhirnya malah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, penggunaan bahasa Jawa malah semakin tersingkirkan.
Bagi sebagian besar masyarakat Jawa sekarang ini, penggunaan bahasa Jawa memang dinilai sulit. Bahkan katanya, belajar bahasa Jawa lebih susah bila dibandingkan dengan belajar bahasa Inggris. Terlebih bahasa Jawa terdiri dari beberapa tingkatan dialek, yakni Ngoko, Ngoko andhap, Madhya, Madhyantara, Kromo, Kromo Inggil. Bila tidak jeli, tingkatan dialek ini memang tidak berbeda jauh, kecuali Ngoko dengan Krama Inggil yang sangat jelas sekali perbedaannya. Beberapa tingkatan dialek inilah yang membuat sebagian besar masyarakat Jawa kurang begitu memahami penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar. Tidak heran jika seringkali orang terbolak-balik ketika harus menggunakan bahasa Jawa yang ditujukan kepada orang yang lebih tua atau muda.
Kurangnya Perhatian dari Berbagai Pihak
Minimnya pengetahuan bahasa Jawa, bukan karena pengaruh didikan orang tua saja, melainkan berbagai pihak pun juga ikut bertanggung jawab atas hal ini. Tengok saja dari kurikulum bahasa Jawa yang semakin tidak jelas arahnya. Bahkan kerumitan makin diperparah dengan kurikulum antarjenjang pendidikan yang tidak sinergis dan tumpang tindih antara TK, SD, SMP dan SMA. Tidak heran jika para siswa justru semakin kebingungan ketika mempelajari bahasa Jawa.
Tidak seperti mata pelajaran lainnya, jam pelajaran Bahasa Jawa terbilang singkat. Karena merupakan bahasa daerah yang biasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari, mata pelajaran Bahasa Jawa seolah menjadi tidak terlalu penting untuk dipelajari. Padahal belum tentu juga masyarakat Jawa akan memahami betul pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar, meskipun merupakan bahasa daerahnya sendiri.
Sebagai contoh ketika orang sedang menonton berita di Televisi. Kini, masyarakat Jawa cenderung lebih memilih menonton siaran berita dalam bahasa Indonesia ketimbang harus menonton siaran berita lokal yang notabene menggunakan bahasa Jawa. Penyampaian berita yang menggunakan dialek Krama Inggil, semakin menyulitkan pemahaman para penonton, dalam hal ini adalah masyarakat Jawa.
Hal yang sama juga terjadi pada media lain seperti surat kabar atau majalah. Minimnya minat masyarakat Jawa untuk mengakses berita yang menggunakan bahasa Jawa, membuat surat kabar atau majalah dalam bahasa Jawa menjadi tenggelam dan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
Yang sangat mengkhawatirkan adalah pada generasi muda sekarang ini. Sangat jarang didapati satu dari banyak generasi mereka, fasih menggunakan bahasa Jawa yang halus. Karena kurangnya pengetahuan tentang bahasa Jawa, biasanya mereka mengambil jalan aman yakni menggunakan bahasa Jawa dengan dialek campuran antara Ngoko dengan Krama Inggil, atau justru malah menggunakan bahasa Indonesia saja.
Bagaimanapun penggunaan bahasa Jawa (Krama Inggil) merupakan tata krama untuk menghormati orang yang lebih tua. Penggunaan dialek Krama Inggil juga dinilai sopan dan sesuai dengan unggah ungguh masyarakat Jawa. Jika nantinya bahasa Jawa sebagai bahasa daerah justru tergeser oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bukankah ini justru menjadi dilema? (ISN)
Kasus Kholila hanyalah mewakili dari banyaknya orang tua, khususnya orang tua muda, yang lebih memilih untuk mengajarkan bahasa Indonesia ketimbang harus menggunakan bahasa Jawa yang halus (Krama Inggil). Sungguh sangat disayangkan bila ini terjadi. Penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil yang dinilai rumit, membuat para orang tua lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia. Mereka berpikir, bahasa Indonesia lebih terdengar sopan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa Ngoko.
Tindakan yang dipilih oleh para orang tua ini memang beralasan. Pemahaman mengenai pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar sangatlah kurang. Seringnya berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia ketika duduk di bangku sekolah, kuliah ataupun tempat kerja memungkinkan orang akhirnya malah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, penggunaan bahasa Jawa malah semakin tersingkirkan.
Bagi sebagian besar masyarakat Jawa sekarang ini, penggunaan bahasa Jawa memang dinilai sulit. Bahkan katanya, belajar bahasa Jawa lebih susah bila dibandingkan dengan belajar bahasa Inggris. Terlebih bahasa Jawa terdiri dari beberapa tingkatan dialek, yakni Ngoko, Ngoko andhap, Madhya, Madhyantara, Kromo, Kromo Inggil. Bila tidak jeli, tingkatan dialek ini memang tidak berbeda jauh, kecuali Ngoko dengan Krama Inggil yang sangat jelas sekali perbedaannya. Beberapa tingkatan dialek inilah yang membuat sebagian besar masyarakat Jawa kurang begitu memahami penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar. Tidak heran jika seringkali orang terbolak-balik ketika harus menggunakan bahasa Jawa yang ditujukan kepada orang yang lebih tua atau muda.
Kurangnya Perhatian dari Berbagai Pihak
Minimnya pengetahuan bahasa Jawa, bukan karena pengaruh didikan orang tua saja, melainkan berbagai pihak pun juga ikut bertanggung jawab atas hal ini. Tengok saja dari kurikulum bahasa Jawa yang semakin tidak jelas arahnya. Bahkan kerumitan makin diperparah dengan kurikulum antarjenjang pendidikan yang tidak sinergis dan tumpang tindih antara TK, SD, SMP dan SMA. Tidak heran jika para siswa justru semakin kebingungan ketika mempelajari bahasa Jawa.
Tidak seperti mata pelajaran lainnya, jam pelajaran Bahasa Jawa terbilang singkat. Karena merupakan bahasa daerah yang biasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari, mata pelajaran Bahasa Jawa seolah menjadi tidak terlalu penting untuk dipelajari. Padahal belum tentu juga masyarakat Jawa akan memahami betul pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar, meskipun merupakan bahasa daerahnya sendiri.
Sebagai contoh ketika orang sedang menonton berita di Televisi. Kini, masyarakat Jawa cenderung lebih memilih menonton siaran berita dalam bahasa Indonesia ketimbang harus menonton siaran berita lokal yang notabene menggunakan bahasa Jawa. Penyampaian berita yang menggunakan dialek Krama Inggil, semakin menyulitkan pemahaman para penonton, dalam hal ini adalah masyarakat Jawa.
Hal yang sama juga terjadi pada media lain seperti surat kabar atau majalah. Minimnya minat masyarakat Jawa untuk mengakses berita yang menggunakan bahasa Jawa, membuat surat kabar atau majalah dalam bahasa Jawa menjadi tenggelam dan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
Yang sangat mengkhawatirkan adalah pada generasi muda sekarang ini. Sangat jarang didapati satu dari banyak generasi mereka, fasih menggunakan bahasa Jawa yang halus. Karena kurangnya pengetahuan tentang bahasa Jawa, biasanya mereka mengambil jalan aman yakni menggunakan bahasa Jawa dengan dialek campuran antara Ngoko dengan Krama Inggil, atau justru malah menggunakan bahasa Indonesia saja.
Bagaimanapun penggunaan bahasa Jawa (Krama Inggil) merupakan tata krama untuk menghormati orang yang lebih tua. Penggunaan dialek Krama Inggil juga dinilai sopan dan sesuai dengan unggah ungguh masyarakat Jawa. Jika nantinya bahasa Jawa sebagai bahasa daerah justru tergeser oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bukankah ini justru menjadi dilema? (ISN)
Langganan:
Postingan (Atom)