Saudaraku, betapa mencari orang yang berkata jujur itu amat langka kita temui sekarang ini. Dari orang yang di luar kita lihat sebagai sosok pendiam, super melankolis, lugu atau terlihat baik-baik saja belum tentu akan menjamin bahwa dirinya adalah orang yang jujur.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kejadian "menegangkan" di Stasiun SJ saat saya dan sahabat saya bertemu dengan orang yang sudah kami kenal selama beberapa hari sebelumnya. Kami sebetulnya janjian di tempat ini hanya bermaksud untuk bertabayun saja, apakah benar ia telah memberikan keterangan bohong seperti yang kami dengar dari salah seorang sahabat kami.
Dan karena pertolongan Allah, kami akhirnya tahu, bahwa ia tak hanya membohongi kami lewat ceritanya, tetapi juga saat janjian dengan kami di stasiun itu pun, ia masih saja membohongi kami dengan skenario kebohongannya yang (sepertinya) sudah dipersiapkan secara matang. Wallahu'alam.
Saya sendiri terheran-heran dengan kelihaiannya mengemas cerita yang menurut saya lebih mirip kayak sinetron ini (Ups! Alergi sinetron? Oke, katakan saja lebih mirip kayak telenovela. Masih alergi juga? Baiklah, kayak film India :p).
Saya juga terheran-heran dengan kepiawaiannya berakting, melenggang ke bagian informasi, lalu melangkah masuk ke gerbong memeriksa tempat yang nanti akan didudukinya. Saat saya bertanya, ia mampu menjawab pertanyaan saya. Saat saya menanyakan keganjilan dari penuturannya, ia dengan gesit memberikan alasannya. Betapa lihainya ia berbohong. Dari kelihaiannya berbohong, nampak jelas ia sudah amat terbiasa melakukan ini. Wallahu'alam.
Yah, saudaraku, amat miris jika berkata bohong sudah menjadi kebiasaan seperti ini, bahkan jika itu digunakan untuk kejahatan. Padahal Rasulullah Saw bersabda, "Saya menjamin dengan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam bergurau”.[HR. Baihaqi]
Berbohong meski hanya bergurau saja dilarang apalagi itu digunakan untuk menipu orang lain dengan tujuan-tujuan tertentu. Dan sadar atau tidak, kitapun seringkali terjebak dalam obrolan-obrolan yang sifatnya hanya guyonan tetapi lebih menjurus ke ngibul. Orang yang kita ajak berbicarapun sebetulnya sudah tahu apa yang kita katakan hanya kibulan, tetapi mereka enjoy-enjoy saja karena dinilai lucu--semoga kita tidak termasuk yang demikian. :)
Dan diakui atau tidak, para orang tua pun seringkali berkata tidak jujur pada putra-putrinya yang masih kecil. Saya jadi ingat, saat mendengar seorang bapak bercerita bahwa putrinya terus-terusan merengek dibelikan sepatu yang pernah dijanjikan oleh si bapak. Padahal, ia tak benar-benar akan membelikan sepatu untuk putrinya. Ia berkata seperti itu hanya untuk menenangkan si anak yang kecewa saat ia tak dibelikan sepatu pada saat itu. Contoh ini hanya sebagian, belum pada bagian-bagian lain yang tanpa kita sadari telah berkata bohong.
Padahal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi, diceritakan bahwa saat Abdullah bin 'Amir RA dipanggil oleh ibunya, ibunya berkata, “Kesinilah ! kamu saya beri”. Maka Rasulullah SAW yang saat itu sedang duduk di rumahnya bersabda, “Apakah betul engkau akan memberinya?”. Ibunya berkata, “Saya akan memberinya korma”. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepada ibunya, “Ketahuilah, sesungguhnya jika kamu tidak memberi sesuatu kepadanya niscaya kamu dicatat dusta”.
Maka biasakanlah diri kita untuk senantiasa berkata dan berlaku jujur mulai dari hal sekecil apapun. Ingat Sabda Nabi Saw berikut. "Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan terus-menerus seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawa ke neraka. Dan terus menerus seseorang itu berdusta dan memilih yang dusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta".[HR. Muslim]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar