Miris sekali rasanya saat kita mendengar banyak dari kalangan mahasiswa yang katanya terdidik itu justru gampang terpedaya dan masuk dalam gerakan NII. Bukan hanya ini saja, saat isu nabi palsu menyeruak, ternyata banyak dari pengikutnya adalah generasi muda yang awalnya juga mengaku beragama Islam. Isu terorisme yang masih saja didengungkan hingga saat inipun juga dikabarkan telah merekrut generasi-generasi muda untuk menjalankan aksi terorisme yang sangat bertentangan dengan Islam tersebut.
Kenapa ini bisa terjadi pada generasi muda? Kita lihat sekarang, kondisi generasi muda di luar sana seperti apa. Betapa banyak dari mereka yang gampang terbawa arus globalisasi. Budaya kebarat-baratan menyusup sedemikian cepatnya ke dalam diri mereka. Mulai dari gaya berbusana, sikap dan perilaku hingga pada pemikiran mereka yang cenderung bertentangan dengan Islam.
Budaya pacaran di kalangan anak muda sudah bukan hal yang aneh untuk sekarang ini, bahkan bisa dikatakan sudah biasa. Rasanya amat mustahil, jika pacaran hanya sekedar via telpon, sms, fb dan lain sebagainya tanpa ada keinginan untuk bertemu. Pun tidak bertemu sekalipun, mustahil rasanya jika bahan yang diobrolkan adalah sesuatu yang mengandung manfaat, misalnya mengobrolkan tentang serangan ulat bulu mungkin. Jelas, sangat dipastikan obrolan dua insan manusia yang terkena virus merah jambu ini adalah obrolan yang amat sangat tidak penting. Yang benar saja, mengobrolkan serangan ulat bulu dari penyebab hingga solusi? Kalau kata gaulnya sih, “Sumpe lu? Masa’ pacaran teoritis kayak gini?”.
Bahkan seks bebas pun kian marak dilakukan oleh kalangan anak muda. Tingkat aborsi semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pernikahan karena MBA (married by accident) pun tak kalah menjamurnya.
Mau dibawa kemana jika generasi muda pada kayak gini? Yang sangat ironis jika para generasi muda Islam pun juga ikut terjebak dalam kungkungan pergaulan bebas tak kenal mana yang muhrim mana yang tidak ini. Katanya ngaji, tapi masih demen yang namanya pacaran. Pakaian yang dikenakan pun dengan pedenya menjiplak gaya berbusananya para selebritis. Biarpun menutupi, tapi masih perhitungan soal ukuran panjang dan lebarnya. Pakaian sengaja dibuat yang ngepas, bahkan amat ngepas di badan.
Soal urusan berlomba-lomba dalam kebajikan, duh jangan ditanya deh! Mereka sudah keburu nyerah sebelum bertanding! Bahkan bisa dibilang sama sekali tak ada niat untuk ikut berlomba! Jarang shalat di masjid, giliran pas datang ke masjid, eh malah datang di urutan buncit. Ngaji juga tak beda jauh, datang paling akhir, duduk paling ujung, dan pulang paling awal (ada kata “paling” tapi kok yang jelek-jelek ya). Belum lagi, masih ada cerita ngantuk pas ngaji, nggak bawa buku catatan, hingga pada alasan ijin beberapa kali karena kesibukan duniawi. Kalau ditimbang-timbang, masih mending sih daripada mereka yang ogah mengaji. Tapi kan, Islam menuntun kita untuk masuk ke dalamnya secara kaffah bukan setengah-setengah? Nah, lho?
Bagaimana, sobat muda? Jika para generasi muda bentuknya pada kayak gini semua, apa yang terjadi nantinya? Bukan hal yang aneh kan jika banyak generasi muda yang gampang terbawa arus? Makanya, jangan jadi generasi cemen, ingah-ingih, lembek bin letoy dalam urusan perjuangan kita untuk-Nya. Manfaatkan masa produktif kita ini untuk berjuang menegakkan syariat Islam dimanapun dan kapanpun kita berada. Kita harus menjadi orang pertama yang memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat, bukan menjadi orang pinggiran, orang di urutan belakangan yang hanya sekedar ikut-ikutan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar